Medan ~ BuserBhayangkaraNews.com | Dugaan praktik penahanan pasien kembali mencoreng citra layanan kesehatan di Kota Medan. Kali ini, kasus menimpa Mangatur Silitonga (lahir 5 April 1968), pemegang polis asuransi Generali nomor 00322868, yang disebut-sebut ditahan selama dua hari oleh Rumah Sakit (RS) Columbia Asia Aksara meskipun telah mendapat izin medis untuk pulang. Lebih ironis, selama masa penahanan tersebut, pasien tidak diberikan obat-obatan.
Perlakuan ini menuai sorotan tajam dari tokoh nasional Adi Warman Lubis, Ketua Umum TKN Kompas Nusantara sekaligus Ketua Umum Pagar Unri Prabowo-Gibran untuk Negara Republik Indonesia. Ia menyebut kejadian tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap hak-hak pasien.
“Ini bukan hanya soal administrasi atau tagihan, tapi menyangkut nyawa dan martabat manusia. Pasien lemah ditahan, tidak diberi obat, hanya karena tidak mampu bayar. Ini sungguh kejam dan tak manusiawi”, ujar Adi dalam keterangannya kepada wartawan. Kamis (29/5/2025).
Tiga Kali Dirawat, Klaim Asuransi Dipertanyakan. Adi mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2025, Mangatur Silitonga telah tiga kali dirawat di RS Columbia Asia Aksara menggunakan asuransi Generali.
Februari: Biaya rawat inap sekitar Rp25 juta, sepenuhnya ditanggung oleh Generali.
Maret: Biaya perawatan melonjak hingga sekitar Rp100 juta, dan pasien diminta membayar sendiri sebesar Rp28 juta.
April: Pasien kembali dirawat dan saat hendak dipulangkan, pihak rumah sakit meminta pelunasan biaya sekitar Rp30 juta. Karena tidak mampu membayar, pasien ditahan dua hari tanpa obat-obatan.
“Ini bukan tempat penyembuhan, tapi seperti lembaga sandera. Pasien masih lemah, tapi malah diperlakukan seperti tahanan”, kata Adi.
Istri Pinjam ke Rentenir, Bantuan Didapat dari Tokoh Nasional. Dalam kondisi terjepit, keluarga pasien menghubungi Adi Warman Lubis. Ia langsung turun ke lokasi dan berupaya melakukan mediasi dengan manajemen rumah sakit.
“Istrinya sampai meminjam ke rentenir sebesar Rp 15 juta agar suaminya bisa pulang. Saya yang menanggung sisanya secara pribadi karena alasan kemanusiaan”, tuturnya.
Asuransi Generali Disorot: Janji Plafon Rp 1 Miliar Diduga Tidak Direalisasikan. Adi juga mempertanyakan komitmen Generali Indonesia sebagai penyedia asuransi. Menurutnya, dalam polis tertulis bahwa nasabah berhak atas plafon pertanggungan hingga Rp1 miliar per tahun.
“Tapi kenyataannya, pasien tetap diminta bayar puluhan juta. Ini kontradiktif dan sangat merugikan nasabah. Generali harus memberi penjelasan dan bertanggung jawab”, ujarnya.
Desakan Investigasi, Sanksi, dan Jalur Hukum. Menyikapi kejadian ini, Adi mendesak Kementerian Kesehatan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki dugaan pelanggaran etik dan hukum oleh pihak RS Columbia Asia Aksara serta Generali.
“Bila terbukti bersalah, izin operasional rumah sakit harus dicabut. Tak boleh ada ruang untuk tindakan sewenang-wenang atas nama bisnis kesehatan”, katanya.
Adi juga menyatakan bahwa pihaknya siap membawa kasus ini ke jalur hukum apabila tidak ada itikad baik dari pihak rumah sakit dan asuransi.
“Ini bukan sekadar soal uang. Ini tentang keadilan, empati, dan perlindungan terhadap masyarakat kecil. Kami tidak akan tinggal diam”, katanya.
(Tim)